Langsung ke konten utama

Feature GenBI NTB



 Sekolah Perjumpaan

“Jika kita sepakat setiap gerak adalah tarian, setiap suara adalah musik dan setiap coretan adalah tulisan. Maka setiap orang adalah guru dan setiap tempat adalah sekolah”. Itulah sepenggal kalimat yang menjadi pembakar semangat orang-orang yang tergabung dalam sebuah Komunitas Pembelajaran Gelar Hidup yang kini lebih dikenal dengan nama “Sekolah Perjumpaan”. Sekolah Perjumpaan berada di Bangket Bilong. Letaknya di Desa Karang Bongkot, Kecamatan Labuapi, Kabupaten Lombok Barat. Lokasinya berada di rumah salah satu warga yang bernama Ustadz Sairi. Beliau memberikan lahan rumahnya dengan cuma-cuma untuk bisa dimanfaatkan sebagai tempat berprosesnya anak-anak yang tinggal di Bangket Bilong maupun di luar Bangket Bilong.

Setiap orang yang pernah mengunjungi tempat itu pasti ingin kembali lagi. Tempat yang begitu sederhana dan sangat jauh dari kata mewah itu tidak pernah sepi setiap harinya, dari pagi hingga malam tiba. Kesederhanan dan kebersamaan itulah yang menjadi daya tarik tempat itu. Komunitas yang sudah berjalan selama kurang lebih 3 tahun itu dibentuk pertama kali oleh salah seorang dosen Bahasa Indonesia di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Mataram (UNRAM). Beliau bernama Husni Muadz P. Hd namun lebih akrab disapa dengan nama Abah. Beliau membentuk komunitas itu bersama dengan beberapa rekannya salah satunya adalah pak Sahab salah satu dosen di Fakultas Hukum UNRAM.

Latar belakang mereka membentuk komunitas itu berawal dari rasa kegelisahan terhadap perilaku anak-anak yang sudah melewati batas kewajaran. Seorang anak SD merokok mungkin  sudah biasa dilihat, tapi yang membuat pak Sahab merasa begitu miris adalah sebuah fakta memprihatinkan yang beliau saksikan dengan mata kepalanya sendiri. Beliau sempat berkunjung ke salah satu Desa di Kota Mataram dan di sana beliau menemukan sebuah fakta bahwa sekarang anak SD sudah berani menjadi pengedar narkoba. Barang haram itu sudah menjadi ladang penghasilan bagi anak-anak SD. Bahkan yang lebih memprihatinkan lagi, anak dibawah umur yang merokok dan meminum-minuman keras itu masih dibilang anak yang baik. 

“Bagaimana mungkin pemudanya akan baik sementara anak SD yang menjadi bibit-bibit pemuda saat ini sudah mulai merokok, meminum-minuman keras bahkan menjadi seorang bandar narkoba. Untuk itulah Sekolah Perjumpaan ini terbentuk karena berawal dari rasa kegelisahan kami melihat kondisi anak-anak saat ini yang sedang tidak dalam kondisi kewajaran.” Cerita pak Sahab kepada anak-anak yang selalu antusias mengikuti proses pembelajaran di Bangket Bilong.

Senja di Sabtu sore itu menemani langkah semua anak-anak mulai dari tingkat TK sampai tingkat SMK. Mereka yang selalu meringankan langkah kaki mereka menuju Bangket Bilong adalah mereka yang memiliki kesadaran penuh untuk merubah diri mereka. Suara canda tawa mereka mengikuti proses demi proses membuat hati setiap orang yang memandangi mereka begitu tergugah untuk bisa berada di tengah-tengah mereka. Tawa lepas tanpa beban itulah kalimat yang cocok untuk menggambarkan suasana di sore Senin, Kamis dan Sabtu. Tiga kali dalam seminggu di sore hari dan setiap malam kecuali malam Senin tidak membuat mereka bosan untuk terus belajar, belajar dan belajar. Tiada hari tanpa belajar itulah semboyan mereka. Setiap Senin sore mereka khusus hanya mempelajari Bahasa Inggris yang dibimbing oleh beberapa mahasiswa jurusan Bahasa Inggris di Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) Mataram. Mereka adalah Sar’in, Roland, Fery dan Panji. Mereka lah orang-orang yang memiliki kegelisahan terhadap generasi muda saat ini hingga mereka pun memutuskan untuk mendedikasikan diri mereka di komunitas tersebut. 

“Disinilah tempat kita sama-sama berproses untuk mendapatkan gelar hidup bukan hanya sebatas gelar Akademik saja..” Tutur Sar’in kepada beberapa kawan mahasiswa yang datang berkunjung ke Banget Bilong dari berbagai kampus yang berbeda. Setiap orang yang mengunjungi tempat itu tak satupun diantara mereka yang diperbolehkan pulang sebelum mereka makan bersama setelah sholat maghrib. Walaupun makanan yang dihidangkan sangat jauh dari makanan orang-orang kaya, namun yang membuat meluapnya rasa bahagia itu adalah kebersamaan dan kesederhanaan yang belum tentu setiap orang di dunia ini pernah merasakannya. Setelah makan malam itu berakhir teman-teman mahasiswa pamit pulang sementara Panji, Sar’in, Roland dan Fery yang menetap disana melanjutkan rutinitas mereka untuk berdiskusi. Mereka sudah tidak sabar lagi mendengarkan setiap lantunan kalimat perkalimat yang dipersentasikan oleh teman-teman mereka dari hasil bacaan buku yang sudah mereka baca. 

Dipan tua sederhana yang terletak di depan rumah Ustadz Sairi dan beberapa dipan lainnya yang berada di depan rumah warga menjadi saksi bisu semangat mereka dalam menuntut ilmu. Sinar lampu berwarna kemuning laksana senja di sore hari menjadi penerang mereka dalam membaca kata demi kata, kalimat demi kalimat, hingga setiap lembar dari buku yang mereka pegang ludes sudah mereka baca. Keikhlasan Ustadz Sairi memberikan lahan kepada komunitas itu menjadi cikal bakal tumbuhnya semangat masyarakat di beberapa tempat untuk memberikan lahan mereka kepada mereka yang ingin ikut belajar dalam Sekolah Perjumpaan. Kini komunitas itu sudah ada di Lombok Tengah tepatnya di Desa Mantang, Desa Lembar Lombok Barat, Desa Midang Lombok Barat dan beberapa tempat lainnya

Setiap orang yang menginjakkan kakinya di tanah itu akan menorehkan sejarah hidup mereka betapa bahagianya bisa menjadi bagian dari segelintir orang berhati malaikat. Karena mereka yang ada di sana hanyalah mereka yang peduli dengan sesama. Bisa dibilang mereka orang-orang yang limited edition. Untuk bisa menjadi bagian dari komunitas itu syaratnya hanya satu yaitu “TANPA SYARAT”. Semua orang dari suku, ras, maupun agama apapun bisa menjadi bagian dari Komunitas Pembelajaran Gelar Hidup Bangket Bilong. Pintu rumah Ustadz Sairi tidak pernah tertutup dan selalu terbuka lebar bagi siapapun yang memiliki kesadaran dan kepedulian terhadap sesamanya, karena disana kita belajar bagaimana kita bisa saling berterima tanpa adanya sebuah syarat.

“Aku sering keliling dunia tapi hal itu tidak membuatku merasakan kebahagiaan seperti saat aku menginjakkan kakiku untuk pertama kalinya di tempat ini. Di sini bukan hanya sekedar tempat untukku berbagi namun tempat ini adalah surga dunia tanpa syarat yang pernah aku rasakan tanpa menggunakan materi.” Kata seorang wisatawan asal Australia yang bernama Gabriel. Dia adalah wisatawan asal Australian yang ditemukan oleh Panji di pantai Senggigi ketika dia kebingungan harus pergi kemana lagi. Panji membawanya ke Bangket Bilong untuk diperkenalkan dengan orang-orang yang ada disana. Dan ternyata Gabriel merasa nyaman berada di sana bahkan sekarang dia sudah tinggal di sana selama 3 bulan rencananya dia akan tinggal disana selama 6 bulan. Tidak hanya wisatawan seperti Gabriel saja yang pernah berkunjung dan tinggal di sana namun masih banyak wisatawan-wisatawan lain yang berasal dari negara-negara yang berbeda juga datang berkunjung. Tidak perlu jauh-jauh mencari kebahagiaan sampai ke luar negeri karena di Bangket Bilong pun kita bisa menemukan kebahagiaan. Bahkan mereka yang berasal dari luar negeri pun rela datang jauh-jauh ke Banget Bilong hanya untuk merasakan kenikmatan dari surga dunia tanpa syarat itu.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Apa Itu GENBI ?

Dalam sejarah bermula dari obrolan santai saat berbuka puasa bersama , usai acara penandatanganan perjanjian kerjasama pemberian Beasiswa antara Bank Indonesia dengan Universitas Indonesia, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Institut Pertanian Bogor dan Universitas Negeri Jakarta pada 3 Agustus 2011, muncul wacana untuk membentuk wadah berhimpun (komunitas) untuk menjalin komunikasi dan interaksi, saling menginspirasi, memotivasi serta menjalin sinergi antar sesama mahasiswa penerima Beasiswa Bank Indonesia.  Pada saat itu muncullah  beberapa kesepakatan, diantaranya adalah; nama dan lambang untuk Komunitas Penerima Beasiswa Bank Indonesia adalah Generasi Baru Indonesia (GenBI) , membentuk tim perumus dan kelompok kerja yang bertugas untuk merencanakan pertemuan umum dan deklarasi yang akan dilaksanakan pada 11 November 2011 (11-11-11) serta menyusun rancangan Konstitusi Organisasi (Statuta, AD dan ART). Berbagai cara dilakukan oleh kelompok kerja unt...

Divisi Kewirausahaan GenBI NTB

GENBI KEWIRAUSAHAAN          Devisi kewirausahaan merupakan bagian dari slah satu devisi di GenBI yang beranggotaan 24 orang mahasiswa penerima beasiswa yang terbagi menjadi 12 orang dari komisariat UIN MA dan 12 orang dari komisariat UNRAM.           Di devisi kewirausahaan ini atau yang biasa di sebut team penjualan dari GenBI . Ada beberapa produk unggulan dalam penjualan dari devisi kewirausahaan diantaranya: es genbira, Sate jamur,   Bananagih,   Donat.           Selain itu bukan hanya sekedar melakukan kegiatan berwirausaha tetapi ada tujuan atau pencapaian yang dilakukanoleh devisi kewirausahaan di antaranya Yang dilakukan adalah untuk membuat devisi ini maju yang itu membuat kelompok" yang akan bertugas untuk melakukan penjualan sesuai dgn jadwal yg telah di tetapkan dan di masing" kelompok dibagi juga ada yng bertugas se...

IZINspire dan GenHALAL: Dua program unggulan Divisi Kewirausahan GenBI Komisariat Universitas Mataram

GenBI Komisariat Universitas Mataram menjalin kerja sama yang erat dengan Dinas Perindustrian Nusa Tenggara Barat, menginisiasi program kewirausahaan yang progresif untuk memberikan bantuan kepada masyarakat di Dusun Berembeng Barat.  Fokus utama dari inisiatif ini adalah memberikan dukungan dalam pendaftaran Nomor Induk Berusaha (NIB) dan memperoleh Sertifikasi Halal secara gratis, periode pelaksanaannya mencakup bulan September hingga November 2023.  Sebanyak lima Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) telah mendapatkan manfaat dari bantuan ini, melalui pendaftaran NIB, sementara empat UMKM lainnya didaftarkan untuk mendapatkan sertifikasi halal. Program inovatif ini merespons permintaan mendesak dari penduduk setempat, yang sebelumnya terkendala oleh biaya pendaftaran yang tinggi yang biasanya dikenakan oleh agen pendaftaran. Banyak di antara mereka enggan untuk melibatkan diri dalam proses formalisasi usaha karena khawatir akan beban biaya yang mungkin mencapai jutaan rup...